Selasa, 31 Mei 2011

PBB Akui Sejarah Islam, Perdana MEnteri Israel Geram



Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu nampak mlambaikan tangannya setelah berbicara dalam konferensi Yahudi tahunan yang digelar di New Orleans pada 8 November 2010. (Foto: AP)
TEL AVIV (Berita SuaraMedia) – Dalam pertemuan di New Orleans, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendesak sekretaris jenderal PBB agar meralat pernyataan UNESCO yang menyebutkan jangan mengubah fakta sejarah demi keuntungan politik.

Netanyahu meminta Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon tidak mengubah "hubungan bersejarah Yahudi selama 4.000 tahun" terhadap situs-situs Al Haram Al Ibrahimi dan Masjid Bilal demi politik. Hal itu disampaikan Netanyahu saat keduanya bertemu di New York, Senin malam waktu setempat.

"‘Negara Yahudi’ memiliki hubungan mendalam terhadap (dua situs ini) yang hampir mencapai 4.000 tahun," kata Netanyahu kepada Ban. Ia juga mendesak sang sekjen PBB meralat pernyataan dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya PBB (UNESCO) yang menyebut dua situs tersebut merupakan bagian dari tanah Palestina terjajah.

UNESCO juga menyebut dua situs itu sebagai masjid Islam, Al Haram Al Ibrahimi dan Bilal Bin Rabath. Nama-nama Yahudi baru dipergunakan sebagai nama kedua.

"Lebih dari sejuta orang mengakui ‘hubungan’ ini yang tertuang dalam Alkitab," kata Netanyahu. Jangan ‘pelintir fakta sejarah’ demi keuntungan politik," katanya kepada Ban.

"Hal itu hanya akan merugikan posisi PBB dan anggapan orang-orang serius terhadapnya di seluruh dunia," kata Netanyahu.

Awal pekan ini, Israel mengatakan bahwa pihaknya tidak akan bekerja sama dengan segala keputusan dan tindakan UNESCO yang ada hubungannya dengan situs-situs Islam tersebut.

Membahas topik lainnya, Netanyahu mengatakan kepada Ban mengenai niatannya menarik pasukan dari bagian terluar Desa Ghajar yang terletak di perbatasan Libanon di Dataran Tinggi Golan.

Sekembalinya ke Israel, Netanyahu berencana meminta kabinetnya menyetujui rencana penarikan yang sesuai dengan persetujuan Israel dengan pasukan sementara PBB di Libanon.

Menurut keterangan seorang juru bicara dari kantor sekjen PBB, Netanyahu dan Ban juga membahas mengenai Iran dan upaya berkelanjutan untuk menggerakkan proses perdamaian Timur Tengah.

"Sekretaris Jenderal menekankan bahwa memecahkan kebuntuan diplomatik saat ini, melanjutkan negosiasi, dan memetik hasilnya merupakan hal yang amat penting," kata sang juru bicara.

"Beliau mengkhawatirkan kelanjutan aktivitas pemukiman dan pengumuman baru-baru ini mengenai kelanjutan pembangunan (ilegal) di Yerusalem Timur," tambahnya.

Selain itu, sekjen PBB juga menyampaikan harapan agar pemerintah Israel melonggarkan pergerakan orang dan barang dari dan ke Gaza.

Netanyahu dan Ban Ki-Moon bertemu selama satu jam, sesaat setelah Netanyahu tiba di New York dari New Orleans dan menjelang keberangkatan Ban ke Asia.

Juni lalu, Netanyahu menolak keras proposal Ban Ki Moon yang ingin mendirikan panel untuk menyelidiki pembantaian armada Freedom Flotilla menuju Gaza.

Ban mengajukan panel yang diketuai mantan PM Selandia Baru Jeffrey Palmer, bersama dengan perwakilan dari Israel dan Turki. Tapi, Netanyahu menyampaikan kekhawatirannya jika melakukan penilaian secara "terburu-buru."

"Tidak ada yang diselesaikan, dan tidak ada keputusan yang diambil," kata pejabat itu. Sang perdana menteri mengatakan, "Semua keputusan harus diambil dengan tenang, bukan di bawah tekanan."

Di media Israel, Yediot Ahronot, para prajurit Israel dianggap sebagai "pahlawan" yang meloloskan diri dari "sergapan" kejutan tanpa terluka dan "tidak membunuh orang-orang tak bersalah." (dn/jp/cs) www.suaramedia.com

0 komentar:

Posting Komentar