Kamis, 19 Mei 2011

Ratusan Kristen Ohio Gelar Pawai Pro-Murtad



OHIO, AS (Berita SuaraMedia) – Fathima Rifqa Bary hanya hadir dalam bentuk selembar foto yang tersenyum dalam sebuah pawai yang diadakan para pendukungnya di Downtown, Selasa 17 Mei 2011.

Gadis asal Columbus, Ohio, AS, yang berusia 17 tahun ini melarikan diri dari rumahnya dan kini berada di tempat penampungan hingga hakim Pengadilan Anak-anak Franklin County memutuskan di mana ia akan tinggal.

Bekas murid sekolah menengah atas New Albany ini mengatakan bahwa ayahnya mengancam akan membunuhnya karena meninggalkan Islam dan masuk agama Kristen. Ia melarikan diri dari rumahnya di Northeast Side pada bulan Juli, menuju rumah seorang pastor di Florida yang ia kenal lewat Facebook.

Mohamed Bary, ayahnya, membantah tuduhan putrinya itu, pihak yang berwenang di Ohio dan Florida pun tidak menemukan ancaman kredibel terhadap keselamatannya.

Namun, pendukung Rifqa mengatakan bahwa pihak yang berwenang terlalu lalai dan tidak peduli. Mereka mengatakan bahwa gadis itu akan dibunuh jika ia kembali kepada keluarganya karena seperti itulah yang disebutkan dalam Hukum Islam dan ideologi Islam itu berbahaya.

Sekitar 120 orang berkumpul di sebuah taman kecil di seberang rumah pengadilan S. High Street untuk reli tersebut. Sidang dengar pendapat dijadwalkan dilaksanakan sehari sebelumnya namun ditunda hingga 22 juni.

Beberapa juru bicara dalam reli tersebut antara lain Simon Deng, seorang pria Sudan yang mengungkapkan tentang perbudakannya oleh kaum Muslim semasa ia kecil, dan Nonie Darwish, direktur Mantan Muslim Bersatu yang berbasis di Granada Hills, California.

Di belakang para orator itu terdapat sebuah spanduk yang memperlihatkan para wanita dan gadis Muslim yang dilukai atau dibunuh karena melakukan berbagai hal yang menyinggung keyakinan atau keluarganya, ujar Pamela Geller, pengorganisir reli, "Kita tidak butuh martir lagi. Kita harus menang."

Tema umum dalam reli tersebut adalah bahwa Islam mengancam konstitusi dan kebebasan AS.

"Yang saya khawatirkan adalah cara Islam masuk ke dalam masyarakat kita dan berusaha mengubahnya," ujar Don Berger dari East Side, "Karena itu saya berada di sini, mendukung Rifqa agar ia dapat mempertahankan kebebasannya."

Alan Godlas, profesor Studi Islam di Universitas Georgia, mengatakan bahwa Hukum Islam memang membolehkan pelaksanaan eksekusi terhadap seseorang yang ketika keluar dari agamanya akan menimbulkan kematian bagi kaum Muslim, namun murtadnya Rifqa tidak termasuk kategori itu.

"Jika kau membunuh seseorang dengan tidak adil, kau adalah seorang pembunuh menurut Hukum Islam," ujar Godlas.

Beberapa orang dalam reli itu mengenakan kaus bertuliskan, "Islam Agama Setan".

Paige Bailey, yang berada dalam reli itu, mengatakan bahwa ia merasa gelisah dengan pesan yang disampaikan. "Rifqa tidak akan mau fokusnya menjadi penentangan terhadap Islam melainkan kepada membantu orang-orang untuk memeluk Kristen," ujar Bailey, yang bertemu dengan Rifqa melalui kelompok Kristen di Universitas Negeri Ohio.

"Keyakinannya sangat nyata, paling nyata yang pernah saya lihat," ujarnya. "Ia benar-benar memahami cinta dan kasih sayang Tuhan untuknya, dan ia memperlihatkannya pada orang lain."

Kasus ini hanyalah salah satu contoh perang salib modern oleh evangelis Kristen di AS, dengan menggunakan modus kebebasan beragama sebagai strategi mereka.

Aktivis Kristen melobi agar gadis itu bisa tetap tinggal di Florida sembari menyebutkan contoh-contoh "pembunuhan" yang dilakukan dalam Islam sebagai upaya mereka menjauhkan Bary dari pelukan keluarganya.

Para pemimpin Muslim mentertawakan klaim aktivis Kristen bahwa Al Quran memperingatkan pembunuhan terhadap orang-orang yang murtad dari agama Islam.

"Tidak ada satu ayat pun dalam kitab suci Al Quran yang menghentikan seseorang memiliki kebebasan untuk memilih agamanya sendiri," ujar Imam Rasheed.

"Tidak ada hukuman bagi mereka yang berpindah agama."

Gwendolyn Zoharah Simmons, asisten profesor agama di Universitas Florida, sepakat akan hal itu.

Ia mengatakan bahwa non Muslim seringkali menghubungkan antara Jihad dengan hukuman mati bagi mereka yang meninggalkan Islam.

"Mereka berasumsi bahwa hukum dan Al Quran adalah sama, padahal tidak," ujar Simmons.

"Al Quran lebih dari sebuah kitab hukum," ujarnya.

Simmon berpendapat gadis remaja itu sendiri mungkin sedang bingung tentang perbedaan antara hukuman mati di bawah hukum Islam dan Jihad.

"Ini menjadi ketakutan yang tidak masuk akal di antara masyarakat yang tidak familiar dengan penyebaran agama damai ini." (rin/dp/sm) www.suaramedia.com

0 komentar:

Posting Komentar