Senin, 09 Mei 2011

Inggris Buka Borok AS



Kairo, Kompas - Isu kontroversi perang Irak terus menggema di Inggris, termasuk pembukuan borok-borok soal gaya tentara AS di Irak. Komite penyidik independen Inggris mulai hari Selasa (24/11) menggelar sidang dengan menghadirkan saksi-saksi yang berperan dalam perang Irak itu.

Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair akan menjadi salah satu saksi utama di depan Komite itu. Blair menjabat sebagai PM Inggris saat invasi AS ke Irak pada Maret 2003. Mantan Dubes Inggris untuk AS Sir Christopher Meyer, mantan Kepala Intelijen Inggris (M16) Sir John Scarlett, dan mantan Sekjen PBB Kofi Annan menjadi saksi.

Komite penyidik perang Irak, dibentuk pada Juli 2009, mulai bekerja di tengah semakin kuatnya kritik atas partisipasi Inggris dalam perang Irak tersebut. Hal yang juga menjadi kritikan adalah ketegangan hubungan tentara Inggris dan AS di Irak.

Ketua Komite Penyidik Perang Irak Sir John Chilcot menegaskan, laporan yang akan dikeluarkan komite bertujuan mencari kebenaran.

Komite akan menyelidiki mengapa para pejabat Inggris bisa begitu yakin Irak memiliki senjata pemusnah massal, yang ternyata tidak terbukti.

Sejumlah analis mengatakan, Eropa pecah akibat dukungan Blair atas invasi AS ke Irak. Hal itu disinyalir menjadi penyebab mengapa Blair tidak terpilih sebagai presiden Uni Eropa.

PM Inggris Gordon Brown pada bulan Juni lalu mengumumkan akan melakukan penyidikan terhadap kontroversi perang Irak seperti yang diminta keluarga tentara dan oposisi.

Diperkirakan, komite itu akan menyampaikan laporan final pada akhir tahun 2010. Komite kini sedang mendengar kesaksian keluarga 179 tentara Inggris yang gugur pada perang Irak itu.

Arogan dan mendikte

Para veteran perang Irak dari perwira Inggris akhir-akhir gencar mengungkapkan kekecewaan ketika bertugas di Irak. Isi sebuah dokumen muncul di harian Inggris, Daily Telegraph, soal ketegangan hubungan antara pasukan Inggris dan AS di Irak.

Komandan pasukan Inggris di Irak, Kolonel JK Tanner, menyebut pasukan AS di Irak ibarat penduduk luar angkasa yang sulit diajak berdialog. Harian itu berhasil mendapatkan informasi dari hasil dialog antara Departemen Pertahanan Inggris dan para tentara Inggris yang kembali dari Irak dalam kurun waktu Mei 2003 hingga Mei 2004.

Tanner mengatakan, meski AS dan Inggris memiliki hubungan erat, pimpinan militer AS di Irak memperlakukan tentara Inggris seperti Portugal.

Mayjen Andrew Stewart, yang pernah bertugas di Irak antara 2003 dan 2004, mengungkapkan, sering menghindar dan menolak perintah dari perwira AS. Stewart mengatakan, pengaruh Inggris atas kebijakan AS di Irak sangat minim.

”Sulit dipercaya, tetapi salah satu fakta yang terjadi adalah tidak ada hubungan atau koordinasi antara pimpinan militer Inggris di Basra (Irak selatan) dan pimpinan militer AS di Baghdad,” lanjutnya.

Ia mengungkapkan, ketika AS hendak menangkap pemimpin Syiah muda, Moqtada al Sadr, di wilayah kekuasaan Inggris di Irak Selatan, pimpinan militer AS tidak melakukan koordinasi. ”Tidak ada pihak AS yang memberi tahu akan ada penangkapan.”

Tanner mengungkapkan, sistem komunikasi kacau-balau. ”Kami benar-benar sulit mencapai sebuah kesepakatan dengan militer dan organisasi sipil AS yang bekerja di Irak. Mereka tampak arogan, sangat birokratis, dan mendikte. Itulah cara Amerika,” katanya. (mth)

Sumber: http://danish56.blogspot.com/

0 komentar:

Posting Komentar