ISLAMABAD (Berita SuaraMedia) – Gerakan Taliban Afghanistan, yang semakin lama semakin kuat, menolak mentah-mentah tawaran AS untuk "berbagi kekuasaan", dengan "imbalan" kesediaan untuk menerima kehadiran pasukan asing di Afghanistan, demikian kata sejumlah sumber pemerintah Afghanistan.
"Para juru runding AS telah menawarkan kepemimpinan kepada kelompok Taliban melalui Mullah Wakil Ahmed Mutawakkil (mantan menteri luar negeri Taliban). Dalam tawaran tersebut, Taliban dijanjikan pos gubernur di enam propinsi di kawasan selatan dan timur laut jika mereka bersedia menerima kehadiran pasukan NATO di Afghanistan," kata seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Afghanistan yang meminta namanya dirahasiakan kepada IslamOnline.
Dia mengatakan bahwa pembicaraan tersebut, yang diperantarai oleh Arab Saudi dan Turki, berlangsung selama berminggu-minggu di berbagai lokasi yang berbeda, termasuk ibukota Afghanistan, Kabul.
Arab Saudi, bersama dengan Pakistan dan Uni Emirat Arab, adalah satu-satunya negara yang mengakui rezim Taliban yang menguasai Afghanistan dari tahun 1996 hingga 2011.
Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan, dilaporkan telah berperan aktif dalam pembicaraan antara kedua kubu.
Perwakilannya menjalin kontak dengan Hizb-e-Islami (organisasi mantan perdana menteri Gulbadin Hikmatyar) karena ia merupakan faktor penting di kawasan timur laut Afghanistan.
Seorang juru bicara Taliban mengakui adanya pembicaraan tidak langsung dengan AS. "Ya, memang ada pembicaraan tidak langsung, walaupun pembicaraan tersebut tidak menemui hasil," kata Yousaf Ahmedi, juru bicara Taliban di Afghanistan selatan, kepada IOL dari sebuah lokasi yang tidak diketahui melalui sambungan telepon satelit.
"Ada beberapa orang yang saling menyampaikan pesan (dari Taliban dan AS). Namun tidak ada pembicaraan langsung antara kami dan Amerika," terangnya.
Sumber-sumber Afghanistan dan Taliban mengatakan bahwa Mutawakkil dan Mullah Mohammad Zaeef, seorang mantan perwakilan Pakistan yang turut serta dalam pembicaraan-pembicaraan sebelumnya, mewakili kubu Taliban dalam pembicaraan sebelumnya, mewakili kubu Taliban dalam pembicaraan tersebut.
Kedutaan AS di Kabul membantah keras adanya pembicaraan tersebut. "Tidak, kami tidak pernah melakukan pembicaraan dengan Taliban," kata juru bicara kedutaan AS, Cathaline Haydan, kepada IOL dari kota Kabul.
DItanya mengenai penawaran AS untuk berbagi "formula kekuasaan" dengan Taliban, Haydan mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui hal tersebut. "Saya tidak tahu menahu mengenai pembicaraan tersebut, dan hal yang Anda laporkan sama sekali tidak benar."
Sumber-sumber tersebut mengatakan bahwa untuk pertama kalinya, para juru runding AS tidak bersikeras pada formula "minus Mullah Omar", yang dalam pembicaraan-pembicaraan sebelumnya selalu menjadi penghalang utama.
AS dilaporkan menawarkan sebuah bentuk pembagian kekuasaan kepada Taliban agar kehadiran pasukan asing di Afghanistan diakui.
"Amerika menginginkan 8 pangkalan untuk angkatan darat dan udara di berbagai lokasi di Afghanistan untuk menangkal kemungkinan pembentukan kembali jaringan Al-Qaeda," kata pejabat senior tersebut.
Dia menyebut sejumlah lokasi yang mungkin dijadikan basis pangkalan militer, yakni Mazar-e-Sharif dan Badakhstan di utara, Kandahar di selatan, Kabul, Herat di barat, Jalalabad di timur laut, dan Ghazni serta Faryab di Afghanistan tengah.
Sebagai gantinya, AS menawarkan posisi gubernur provinsi Kandahar, Zabul, Hilmand dan Orazgan di selatan, serta Nooristan dan Kunar di timur laut, kepada Taliban.
Provinsi-provinsi tersebut adalah pusat gerakan perlawanan terhadap pasukan asing pimpinan AS dan dianggap sebagai markas Taliban. Orazgan dan Hilmand. Merupakan provinsi kelahiran komandan tertinggi Taliban, Mullah Omar dan Presiden Afghanistan, Hamid Karzai.
"Namun Taliban tidak menyetujui kesepakatan itu," kata sang pejabat senior. "Mereka menuntut agar AS memberikan tenggat waktu penarikan keluar pasukan asing jika memang ingin melanjutkan proses negosiasi."
Ahmedi, juru bicara Taliban di Afghanistan selatan, membenarkan posisi yang diambil Taliban tersebut. "Tujuan kami sudah amat jelas. Jika pasukan asing tidak angkat kaki dari tanah Afghanistan, maka pembicaraan macam apapun tidak akan menemui titik terang."
Pemerintahan Taliban digulingkan oleh AS, yang menginvasi Afghanistan sesaat setelah peristiwa 9/11 pada tahun 2001 silam. Sejak saat itu, Taliban melancarkan perang gerilya untuk melawan pasukan penjajah asing pimpinan AS yang mendukung pemerintahan Hamid Karzai. (dn/io) www.suaramedia.com
0 komentar:
Posting Komentar