JENEWA, SWISS (Berita SuaraMedia) – Para pemimpin Muslim dan Kristen dikumpulkan di Jenewa untuk sebuah dialog tingkat tinggi antar agama tentang bagaimana membangun hubungan yang kuat dan berkelanjutan antara dua kelompok keagamaan tersebut dan bagaimana komunitas keagamaan dapat menggunakan sumber-sumber mereka untuk mengubah komunitas mereka.
Dialog tersebut telah diselenggarakan di bawah kepemimpinan Consortium of A Common Word (Konsorsium Kata Bersama), Istitut Kerajaan Aal Al-Bayt dari Yordania, the World Islamic Call Society (Masyarakat Panggilan Dunia Islam) yang berbasis di Libiya dan Dewan Gereja Dunia (World Council Churches – WCC).
Acara empat hari tersebut bertajuk, "Transforming Communities: Christians and Muslims Building a Common Future" (Membentuk Komunitas: Muslim dan Kristen Membangun sebuah Masa Depan yang sama), terinspirasi oleh surat bersejarah tahun 2007 oleh 138 cendikiawan Muslim yang disebut, "A Common Word". Dr. Muhammad Ahmed Al-Sharif, Sekretaris Jenderal dari World Islamic Call Society, dan Yang Mulia Pangeran Ghazi bin Muhammad bin Talal dari Yordania, inisiator dari surat tersebut, menghadiri acara tersebut yang diadakan di Pusat Ekumenikal WCC.
"Tema sentral dari konferensi kami mengesahkan bahwa dialog penting namun bahwa kami juga harus menujukan pada masalah-masalah kekhawatiran bersama dan bertindak bersama – menempatkan kebaikan bersama pada pusat inisiatif gabungan tersebut bertujuan untuk memajukan 'dialog dalam tindakan'," kata Pendeta Dr. Olav Fykse Tveit, Sekretaris Jenderal WCC, dalam pidato penyambutannya pada Senin waktu setempat.
Pidato tersebut menyebutkan empat tantangan kunci yang dihadapi komunitas Muslim-Kristen adalah: Bagaimana membangun sebuah rasa yang lebih luas dari pemahaman kata "kita" yang berfokus pada setiap orang menjadi bagian dari satu kemanusiaan dari pada mengasingkan orang-orang. Kedua, bagaimana membangun sebuah hubungan yang kuat dan berkelanjutan antara para pemimpin Muslim dan Kristen yang mencegah krisis dan menujukan tantangan-tantangan bersama. Ketiga, bagaimana mengubah komunitas melalui kegunaan bijaksana dari sumber-sumber spiritual dan keagamaan. Keempat, bagaimana membangun hubungan yang baik dan penuh perdamaian antara Muslim dan Kristen.
"Keyakinan kuat saya adalah kita disatukan bersama untuk menjadi pembuat perdamaian, menghormati keingingan dari Pencipta kita dan cinta Pencipta kita untuk semua ciptaan-Nya," kata pimpinan WCC tersebut. "Ini adalah tugas kita untuk memastikan bahwa agama bukanlah sebuah sinonim dengan konflik di mata orang-orang, namun sebuah sinonim untuk keadilan dan perdamaian."
Pernyataan sambutan lainnya dibacakan oleh Dr. Muhammad Ahmed Sharif, sekretaris jenderal dari World Islamic Call Society (WICS), yang kedatangannya pada konsultasi tersebut telah ditunda. Pernyataan tersebut dibacakan oleh Dr. Ibrahim Ali Rabu, direktur konferensi dan institusi WICS. Dr. Sharif mendorong para partisipan dalam dialog untuk menunjukkan kekhawatiran mereka dengan jelas dan jujur: "Pastikan bahwa kita memahami satu sama lain."
Sementara itu, Pangeran Ghazi bin Muhammad bin Talal dari Yordania mencatatkan bahwa sementara Muslim dan Kristen tidak berbagi teologi yang sama, mereka "semua berada di atas kapal yang sama." Pangeran tersebut, yang menjabat sebagai duta pribadi dan penasihat khusus untuk Raja Abdullah II atau Raja Yordania mengatakan bahwa orang-orang berkeyakinan menghadapi masalah dan kesempatan yang sama. Ia menyoroti, seperti yang ada dalam: dokumen "Common Word", bahwa Muslim dan Kristen berbagi komitmen yang sama untuk mencintai Tuhan dan mencintai tetangganya.
Dalam pidatonya pada Senin, Pangeran Ghazi mengatakan "untuk kedua agama kami menyakiti minoritas kegamaan antara kami adalah jahat, benar-benar dilarang dan pada akhirnya sebuah penolakan dari cinta Tuhan dan sebuah kejahatan menentang Tuhan."
Pangeran Yordania tersebut menunjukkan bahwa sementara umat Kristen "dengan jelas tertekan" oleh Muslim di negara seperti Pakistan, Irak dan Sudan, ada tempat-tempat di mana Muslim ditekan oleh umat Kristen, seperti Filipina. Ada juga tempat-tempat di mana tidak jelas siapa yang menekan siapa, seperti di sepanjang "garis palsu" Muslim-Kristen di Sub-Sahara, Afrika.
"Seharusnya memungkinkan dalam sebagian besar dari kasus-kasus tersebut untuk mengetahui dan menyetujui pada apa dan siapa yang salah, dan apa yang harus dikatakan dan dilakukan," kata Ghazi. "Ini, kehedendak Tuhan, akan menjadi substansi dari musyawarah yang terjadi di sini selama tiga hari ke depan."
Konsultasi "Transforming Comunities" digabung oleh para perwakilan komuni dunia Kristen, termasuk Katolik Roma, Ortodoks, Anglikan, Protestan Evangelikal, dan tradisi Pantekosta.
Sebuah pernyataan gabungan dikeluarkan pada akhir konsultasi tersebut, pada 4 November. (ppt/it) www.suaramedia.com
0 komentar:
Posting Komentar