BAGHDAD (Berita SuaraMedia) – Mantan deputi Saddam Hussein, Tariq Aziz, pada hari Jumat waktu setempat (13/5) menuding presiden AS telah "mengumpankan Irak kepada serigala" karena terus menyatakan penarikan mundur pasukan meski terjadi peningkatan kekerasan.
Dalam wawancara dengan surat kabar Inggris, Guardian, mantan deputi perdana menteri Irak tersebut menyarankan pasukan AS tetap tinggal di Irak dan membenahi kesalahan yang telah mereka perbuat sejak menjajah Irak tahun 2003 lalu.
"Kami adalah korban dari Amerika dan Inggris," kata Aziz dari balik sel penjaranya di kota Baghdad. Wawancara itu merupakan wawancara pertamanya sejak ditangkap pascajatuhnya Baghdad lebih dari tujuh tahun yang lalu.
"Mereka mematikan negara kami melalui berbagai cara. Ketika seseorang melakukan kesalahan, maka kesalahan itu harus dibenarkan terlebih dahulu, bukannya meninggalkan Irak di ujung jurang kematian," kata Aziz.
Komentar Aziz disampaikan setelah minggu ini Obama menegaskan bahwa AS akan mengakhiri misi di Irak sesuai jadwal, pada 31 Agustus. Obama menyampaikan hal tersebut meski data statistik menunjukkan bahwa bulan Juli merupakan bulan paling mematikan bagi pasukan AS sejak lebih dari dua tahun terakhir.
Aziz, yang mewakili rezim Saddam Hussein di dunia internasional selama bertahun-tahun, menambahkan bahwa keadaan di Irak kini jauh lebih buruk dibandingkan sebelum invasi AS.
"Selama 30 tahun Saddam bekerja keras membangun Irak, sekarang negara ini hancur. Jumlah orang sakit lebih banyak dari sebelumnya, lebih banyak orang kelaparan," kata Aziz.
"Rakyat tidak mendapat pelayanan. Tiap hari ada puluhan atau ratusan orang yang dibunuh.
"Saya sempat merasa senang saat (Barack Obama) terpilih sebagai presiden, karena saya kira dia akan membetulkan kesalahan yang dilakukan (AS) pada era Bush. Tapi, ternyata Obama itu munafik, dia lebih memilih meninggalkan Irak dan membiarkannya menjadi mangsa serigala," tutur Aziz.
Data statistik yang dirills pemerintah Irak pada hari Sabtu lalu memperlihatkan ada 535 orang yang tewas pada bulan Juli, termasuk 396 warga sipil, 89 polisi, dan 50 orang prajurit.
Jumlah itu merupakan yang tertinggi dalam satu bulan sejak bulan Mei 2008, saat itu ada 563 orang yang tewas akibat kekerasan.
Aziz juga membela Saddam Hussein, ia mengatakan bahwa cara pandang Barat terhadap Saddam salah.
"Jika saya bicara mengenai penyesalan saat ini, orang-orang akan menganggap saya seorang oportunis," kata Aziz.
"Saddam tidak berbohong," kata Aziz. "Dia tidak pernah mengubah fakta. Dia adalah seseorang yang sangat saya hormati dan cintai. Dia adalah orang yang akan tercatat dalam sejarah karena cintanya terhadap rakyat.
"Saddam membangun negara ini dan melayani rakyat. Saya tidak setuju dengan penilaian kalian (Barat) yang menyebut ia bersalah," tambahnya.
Aziz, 73, menyerahkan diri kepada pasukan AS pada April 2003. Ia merupakan satu dari sedikit pejabat tinggi rezim Saddam Hussein yang masih hidup.
Menurut Aziz, Saddam lebih memilih membuat dunia bertanya-tanya tentang "senjata pemusnah massal". Ia menambahkan, hal itu dilakukan untuk menjaga posisi regional Irak, bukannya mendorong negara tersebut dalam konflik dengan AS dan Inggris.
"Sebagian besar (alasannya) adalah Iran," kata Aziz. "Mereka memerangi kami selama delapan tahun, jadi kami, warga Irak, punya hak melawan mereka. Saddam memiliki harga diri yang tinggi, dia harus mempertahankan kehormatan Irak. Dia harus menunjukkan bahwa dirinya tidak bersalah atau lemah.
"Sekarang Iran menciptakan program senjata, semua orang tahu itu tapi tidak ada yang mengambil tindakan, mengapa begitu?" kata Aziz.
Tariq Aziz diangkat jadi deputi perdana menteri pada tahun 1991 setelah sebelumnya menjabat sebagai menteri luar negeri Irak. Pada tahun 2009, Aziz dipenjara selama 15 tahun atas tuduhan pembunuhan, hukuman itu ditambah tujuh tahun pada Agustus tahun yang sama karena dianggap turut berperan dalam mengusir kaum Kurdi dari utara Irak.
Keluarga Aziz berkali-kali meminta agar ia dibebaskan karena kondisi kesehatannya yang buruk. (dn/f24/np) www.suaramedia.com
0 komentar:
Posting Komentar