MOSKOW (Berita SuaraMedia) – Sejumlah kelompok pembela HAM di Rusia mendeklarasikan pada hari Jumat bahwa 30% tahanan politik di bekas negara komunis itu adalah Muslim, dan menyerukan sebuah amnesti bagi semua tahanan politik tersebut.
Tanggal 30 Oktober dinyatakan sebagai Hari Tahanan Politik pada tahun 1974.
Memorial serta organisasi komunitas dan HAM lainnya mengadakan pertemuan dengan slogan "Kebebasan bagi tahanan politik di Rusia."
Menurut perwakilan Memorial, Bakhrom Khamroev, jumlah tahanan politik di Rusia saat ini mencapai 100 orang. Dari jumlah itu, hampir sepertiganya adalah kaum Muslim yang didakwa atas sudut pandang politik dan agamanya.
Terlepas dari jumlah kaum Muslim yang hanya 10-15% (20 juta) dari total 145 juta penduduk Rusia, populasi mereka di kalangan tahanan politik mencapai 30%.
Penyelenggara reli menyerukan adanya amnesti dalam waktu dekat untuk semua tahanan politik, pemeriksaan terhadap kasus yang telah divonis menurut Kode Kriminal Ayat 282 (memicu kebencian) dan menghapus Kode Kriminal seksi 282.2 (ekstremisme).
"Legislasi tentang terorisme dan ekstremisme digunakan bukan untuk memerangi terorisme dan ekstremisme, melainkan untuk melecehkan dan mengintimidasi," ujar Khamroev.
"Dapat kami katakan bahwa ini adalah hari yang menyedihkan dan tidak menjadi sebuah penghormatan bagi sejarah, tahanan politik yang ada di Rusia sekarang."
"Hukum administratif dan kriminal diterapkan secara selektif, investigasi yang cacat, tidak diperhitungkan dalam pengadilan, menuduh bahwa keputusan dan penilaian telah dibuat sebelum diadakan dengar pendapat."
"Sebagai sebuah alat pencegahan bagi aktivis sipil dan politik yang secara tidak adil dan ilegal dipilih untuk mengalami pembatasan kebebasan selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun."
Komunitas Muslim Rusia kebanyakan terkonsentrasi di antara kelompok minoritas lainnya yang tinggal di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia: Adyghe, Balkars, Chechens, Circassians, Ingush, Kabardin, Karachay, dan sejumlah orang Dagestani. Di tengah Volga Basin juga terdapat populasi Tatars dan Bashkirs yang mayoritas adalah kaum Muslim.
Amnesty International juga mengatakan dalam Laporannya tentang Kaukasus tahun 2009 bahwa operasi kontraterorisme yang dideklarasikan pemerintah Rusia memberikan lampu hijau bagi pelanggaran HAM oleh pasukan pmerintah di Chechnya.
Salah satu wilayah paling padat penduduknya adalah Kaukasus Utara yang dominan Muslim, mendeklarasikan kemerdekaannya pasca Uni Soviet runtuh tahun 1991 namun kemudian diserang oleh pasukan Rusia dalam dua perang sejak pertengahan 1990an.
Pemberontakan kecil-kecilan masih terus ada di negara Muslim yang dikontrol Rusia ini.
Kelompok-kelompok pembela HAM telah berulangkali menuduh pemerintah melakukan penganiayaan serius termasuk pembakaran rumah, pembunuhan di luar hukum, penyiksaan, dan pemberian hukuman secara ilegal.
Di tahun 2008, pejabat tinggi Chechen, termasuk Presiden Ramzan Kadyrov, membuat pernyataan publik bahwa keluarga pemberontak akan dihukum jika tidak meyakinkan kerabatnya untuk menyerahkan diri. (rin/wb) www.suaramedia.com
0 komentar:
Posting Komentar