WASHINGTON (Berita SuaraMedia) – Sejarah Amerika Serikat penuh dengan contoh fanatisme agama yang tumbuh dalam diri bangsa tersebut setelah berasimilasi selama puluhan tahun dengan umat Katolik, Mormon, dan Yahudi, ujar akademisi Reza Aslan.
Islam pada waktunya akan mengatasi hambatan yang sama, ujarnya. Tapi retorika yang dipolitisasi terhadap semua hal yang berkaitan dengan Islam berarti taruhannya lebih tinggi kali ini dalam pertarungan melawan perpecahan dan untuk mimpi Amerika.
Aslan, penulis buku-buku laris "Tidak Ada Tuhan Selain Tuhan: Asal-usul, Evolusi dan Masa Depan Islam" dan "Bagaimana Memenangkan Sebuah Perang Kosmik: Tuhan, Globalisasi, dan Akhir Perang Melawan Teror" ini, mengatakan di hadapan kerumunan massa pada hari Rabu (11/5) di auditorium Perpustakaan Pusat Kota Salt Lake bahwa cara terbaik untuk memelihara tradisi kebebasan agama Amerika bukan hanya terletak di pendidikan. Alih-alih berada dalam upaya memelihara hubungan antara Muslim dan non-Muslim.
"Kalian kira jika saya berada di dalam suatu ruangan selama 30 menit dengan komentator Fox News Bill O’Reilly, saya akan mampu mengubah pemikirannya? Tidak," ujar Aslan. "Tapi jika dokter Muslim yang tinggal di sebelah rumah dan menginginkan masa depan damai yang sama untuk anak-anaknya seperti yang kalian inginkan, jika itu adalah musuh, maka siapa teman kalian?"
Jika tren demografis dunia berlanjut, ujar Aslan, dunia akan segera menjadi rumah bagi lebih banyak Muslim daripada Katolik Roma. Pertumbuhan itu tidak hanya akan membentuk dunia tapi juga AS, di mana Muslim Amerika lebih suka berkumpul di "Masjid garasi" dan pusat-pusat Islam daripada tempat ibadah yang lebih tradisional seperti di Timur Tengah.
"Apa kita siap untuk itu? Jawabannya hanya satu, kita sebagai individual harus menghadapinya," ujar Aslan. "Hubungannya ada di tangan setiap orang di ruangan ini dan setiap orang di negara ini. Sekarang saatnya untuk memutuskan apa artinya menjadi orang Amerika."
Aslan menyampaikan kuliah "Masa Depan Islam" sebagai bagian dari Kuliah Sterling M. McMurrin tentang Agama dan Kebudayaan tahun 2011 dari Tanner Humanities Center.
Keluarga Aslan pindah dari Teheran tahun 1979, tahun terjadinya Revolusi Iran, untuk tinggal di Bay Area, California. Dia menjadi warga negara Amerika pada usia 2 tahun. Setelah mendapatkan gelar sarjana di bidang agama, dia mengikuti kuliah di Harvard Divinity School untuk gelar master dalam studi teologi. Dia kemudian memperolah gelar master dari program penulisan kreatif University of Iowa, di mana dia mendapat gelar "akademisi Islam pertama Iowa".
Sekarang dia mengajar penulisan kreatif di University of California, Riverside, dan seorang editor kontribusi untuk publikasi online The Daily Beast.
Aslan membuka kuliahnya dengan bercanda bahwa dia lebih terkenal di kalangan ekspaktriat Iran sebagai keponakan penyanyi terkenal Iran Leila Forouhar. "Saya menyebutnya Cher dari Iran, tapi bukan untuk wajahnya."
Menceritakan kunjungan terbarunya ke Eropa di mana dia menghadapi langsung kegelisahan benua itu yang mengelilingi kaum Muslim, Aslan mengatakan dirinya kembali ke rumah dengan perasaan nyaman mengetahui bahwa xenofobia semacam itu tidak mungkin terjadi di Amerika. Tapi kemudian dia melihat sebuah iklan TV yang disponsori oleh sebuah organisasi yang disebut GOP Trust, menyerang rencana Masjid Ground Zero, yang menurut Aslan bukan sebuah Masjid dan juga tidak berlokasi tepat di Ground Zero.
"Kata ‘mereka’ menjadi sangat umum sekarang," ujar Aslan.
Kekacauan ekonomi, kelelahan terhadap perang Irak dan Afghanistan, ditambah memanasnya kewaspadaan akan serangan teroris dalam negeri semuanya berkontribusi pada sebuah iklim di mana Amerika merasa bisa melampiaskan rasa marah dan gelisah mereka ke kaum Muslim. Aslan mengatakan bahwa Amerika bisa menerima kedua tradisi mereka, yang membuat identitas Amerika lebih kuat daripada Eropa dan fakta bahwa agama di Amerika selalu digantikan dan diperkaya oleh tradisi toleransi dan kebebasan beragama yang sama. (rin/slt) www.suaramedia.com
0 komentar:
Posting Komentar